Jatimhits.id (Surabaya) – Dalam sidang terkait kasus suap yang dilakukan Bupati nonaktif Nganjuk, Novi Rahman Hidayat kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya. Novi Rahman Hidayat menjelaskan bahwa soal asal muasal uang Rp647 juta di dalam brankas yang disita oleh petugas, bukanlah uang suap sebagaimana barang bukti yang dituduhkan.
Dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa, Novi menjelaskan bagaimana asal muasal uang ratusan juta itu ada di dalam brankasnya yang sebetulnya berjumlah total Rp1 miliar.
Uang tersebut merupakan hasil deviden usahanya, yang diambil dari bagian keuangan perusahaan. Soal uang Rp1 miliar itu pun, sempat dibenarkan oleh salah satu saksi bernama Riana.
“Sumber uangnya dari deviden usaha SPBU yang mulia. Jadi uangnya saya taruh di brankas. Setiap tahun kan ada deviden,” kata Novi Rahman Hidayat di hadapan Majelis Hakim.
Ia menambahkan, dari uang Rp1 miliar itu, sebagian sudah digunakannya untuk kebutuhan lebaran, seperti untuk membeli parsel, beras zakat, baju, maupun tunjangan hari raya untuk para pegawai pribadinya.
“Awalnya saya gunakan Rp 210 juta, lalu ada pengeluaran lagi sebesar Rp143 juta. Sisanya ya itu yang ada di dalam brankas,” kata Novi..
Bahkan pada kesempatan ini, Novi menjelaskan, meski uang dalam brankas itu bersifat uang pribadi akan tetapi brankas itu diakuinya ada di dalam rumah dinas bupati. Menurutnya hal itu tidak ada persoalan, mengingat sebelumnya di rumah dinas tidak ada brankas.
“Jadi barang (brankas) itu ada di gudang. Lalu saya pakai. Karena di kantor tidak ada brangkas, akhirnya barang ini saya pakai di rumah dinas” ucap
Saat giliran salah satu jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan soal uang Rp1miliar yang disimpan dalam brankas itu apakah sudah dilaporkan ke Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)? Novi menegaskan bahwa hal itu sudah tercatat dalam LHKPN nya.
Di mana dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Novi menegaskan bahwa ada harta yang berasal dari deviden semua jenis usahanya.
“Hal ini sudah saya laporkan ke LHKPN, termasuk uang Rp1 miliar itu,” ucapnya.
Semenatar itu ketika di singgung soal usaha apa saja yang dimilikinya, Novi pun menyebut memiliki usaha koperasi simpan pinjam, belasan SPBU, serta sejumlah kebun sawit.
“Saya tidak hafal jumlahnya. Tapi yang jelas ada koperasi simpan pinjam, SPBU dan kebun sawit. Rata-rata Rp5 miliar sampai Rp6 miliar deviden setiap tahunnya,” jelas Novi.
Terkait dengan kasus ini, eks Bupati Nganjuk ini menegaskan dan memastikan bahwa ia tak pernah menerima maupun meminta upeti atau suap dalam jual beli jabatan. Sehingga, ia pun menolak semua tuduhan seperti dalam dakwaan jaksa.
“Saya hanya ingin menegaskan, jika saya tidak pernah menerima upeti maupun terlibat dalam jual beli jabatan,” tandasnya.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Ade Dharma Maryanto menyatakan, keterangan terdakwa ini hanya ingin menegaskan, bahwa uang Rp647 juta yang disita petugas dalam brankas itu adalah uang pribadi yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan kedudukan maupun jabatannya sebagai bupati.
“Jadi uang yang disita itu bukan uang jual beli jabatan. Akan tetapi uang itu adalah hasil laba dari usaha SPBU dia. Dan itu pun sudah ada dalam LHKPN nya. Jadi semakin jelas saja jika dalam permasalahan ini nama bupati dicatut saja oleh Izza (ajudan bupati). Dia memanfaatkan pekerjaannya sebagai ajudan untuk meminta uang,” ungkapnya. (YFK)