Jatimhits.id (Surabaya) – Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB. Tak terasa sudah hampir tengah malam. Badanku sudah sangat lelah, karena sejak subuh sudah keliling kota menjemput rejeki.
Meski cuaca di Surabaya tadi siang cukup panas, namun kondisi ini tidak bisa membuatku beristirahat lebih lama. Aku hanya sempat beristirahat sekitar 1 jam saja untuk mengisi perut agar ada tenaga buat keliling Surabaya., Memakan bekal yang aku bawa tadi pagi, biar bisa berhemat karena pengeluaran bulan ini cukup banyak.
Meski wanita, namun pekerjaan menjadi driver ojek online bukan membuatku minder. Aku sangat bersyukur masih diberi kesempatan mencari nafkah buat ke 3 buah hatiku.
Dan hari ini adalah hari keberuntunganku. Banyak yang memakai jasaku, mulai mengantar penumpang ke berbagai tempat, pengirim pesanan makanan, mengambil atau mengantar barang.
Hal ini membuat aku bersemangat, hingga tak sadar waktu. Hari sudah malam, sementara perjalananku yang saat ini berada di kawasan Surabaya Barat menuju rumah masih lumayan jauh.
Jalanan sudah terlihat sepi. Tiba-tiba rasa kantuk menyerangku. Sembari menghilangkan rasa ngantuk. Aku melihat warung kopi di pinggir jalan.
Alhamdulillah di tempat terpencil dan sepi ini ada warung kopi, ucapku dalam hati.
Aku pun berhenti sebentar, untuk menghilangkan kantuk dengan minum kopi sembari beristirahat sebentar, setelah itu aku nanti langsung pulang.
Kuhentikan motor maticku di depan warung kopi yang terlihat sepi. Aku masuk ke dalam warung itu, tidak ada pembeli, kulihat hanya laki laki penjual kopi yang usianya sudah renta sedang duduk sambil merokok.
“Kopi satu mbah,” kataku
saat masuk ke dalam warung.
Penjual kopi pun beranjak dari tempat duduknya, kemudian mematikan rokok klobotnya (rokok yang terbuat dari kulit jagung) dan membuat pesanan kopiku.
” Malam-malam begini kok masih di luar to mbak?,” tanya si mbah tersebut sambil memberikan segelas kopi.
“Cari nafkah, jadi driver ojek online mbah,” ucapku sambil menerima segelas kopi yang diberikan si mbah.
“Lha suamimu kok tega melihat istrinya kerja sampai sampai malam begini to,” kata si mbah.
“Suami saya sudah meninggal mbah,” kataku sambil menuangkan kopi di atas lepek.
“Oala…” sahut si mbah yang terlihat duduk kembali dan melanjutkan menikmati rokok klobotnya.
Ku sruput kopi yang ada di hadapanku. Nikmat, aroma melati tercium dari kopi yang aku minum, ucapku dalam hati.
“Enak kopinya mbah, merk apa to kopinya mbah?,” tanyaku penasaran.
“Ngracik sendiri nak,”jawab si mbah singkat.
“Oala, mbah pinter ngracik kopi. Kopinya enak. Oiya…. jam segini kok masih buka to mbah. Apa gak takut mbah. Disini sepi,” ucapku sambil meneruskan nyruput kopi.
“Nggak nak, kabeh sing nang kene iki koncoku, kabeh apik karo aku, sing penting ora garai mereka (tidak nak, semua yang ada disini temanku, semua baik pada saya, yang penting saya tidak menganggu mereka),” ucap si mbah dalam bahasa Jawa.
“Tutupnya jam berapa mbah,” tanyaku lagi.
“Kalau sudah mulai terdengar orang ngaji atau adzan subuh di masjid ya langsung tutup,” jawab si mbah sambil menyedot rokok klobot ditangannya.
“Berapa mbah?,” tanyaku usai kopi dihadapanku habis. Aku mengambil sambil beberapa lembar uang ribuan dari balik saku jaketku.
“Ndak usah nak,” jawab si mbah
“Lho jangan mbah, mbah jualan kopi kan untuk cari uang. Kalau saya gak bayar mbah nanti rugi,” ucapku.
Aku kasian melihat si mbah yang sudah sepuh harus berjualan sendiri sampai malam, apalagi warungnya terlihat sepi.
“Sudah dibawa aja uangnya. Semoga sehat terus ya nak, yang sabar menghadapi hidup. Yang kuat, kalau tidak kuat ya dikuat kuatkan menghadapi ujian dari Gusti Allah. Yakin dan sabar nak, kalau sabar pasti kita akan diberi kemudahan sama Gusti Allah,” tutur si mbah panjang lebar.
“Makasih mbah, atas semua nasehatnya. Semoga si mbah juga selalu sehat dan panjang umur ya. Saya pamit dulu ya mbah,” ucapku sementara si mbah tampak tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Tidak lama kemudian, aku bergegas keluar warung si mbah menuju motor yang aku parkir di depan warung. Namun sebelum aku meninggalkan warung si mbah, aku melihat beberapa orang datang, memakai baju muslim warna putih namun beberapa diantaranya terlihat kotor, terlihat juga 2 orang wanita yang memakai mukena.
Mereka memandangiku dari atas sampai ke bawah. Mungkin mereka heran melihat perempuan jam segini keluar dari warung? Pikirku dalam hati.
Tapi karena rasa lelah mengalahkan rasa heranku, segera aku menyalakan motor, kemudian menganggukkan kepala pada mereka dan segera berlalu.
Esoknya, setelah duhur aku baru keluar rumah. Kebetulan ada permintaan mengambil barang di daerah Surabaya Barat, dekat dengan warung tempatku ngopi semalam.
Setelah mengambil barang, aku sengaja lewat di daerah warung kopi si mbah semalam.
Kususuri jalan yang semalam aku lalui. Namun tidak ada warung kopi. Apa aku salah jalan? Aku tidak yakin, karena aku adalah orang tipe yang sangat hafal jalan. Apalagi baru semalam aku lalui.
Ku putuskan untuk bertanya pada laki laki yang sedang berjalan ke arahku.
“Maaf mas, mau tanya, di daerah sini ada warung kopi nggak.” tanyaku
“Nggak ada mbak, disini tidak pernah ada warung kopi,” jawabnya.
“Masak sih mas? Kemarin malam, saya ngopi di sekitar sini,” jawabku kaget.
“Nggak ada mbak. Disini tidak pernah ada warung kopi mbak. Jangan jangan bukan di sini warung yang sampeyan datangi,” ujarnya pria itu.
“Ndak mas, di sekitar sini kok. Wong tadi malam saya ngopi sambil ngobrol sama si mbah penjual kopi,” kataku untuk meyakinkan pria yang ada di hadapanku.
Pria di hadapanku lalu menatapku kemudian kembali bertanya.
” Penjualnya seperti apa mbak?,” tanyanya.
“Sudah sepuh, usia sekitar lebih 70 tahunan, malah tidak mau saya bayar..,”
“Kopinya bau melati ?,” potong pria tersebut sebelum aku melanjutkan kata-kataku.
“Betul mas, mas kenal kan? Mas tahu dimana rumahnya?,” tanyaku antusias.
Pria dihadapanku hanya tersenyum sambil geleng geleng.
“Mbak, lain kali kalau lewat di sini saat magrib atau tengah malam, sering baca ayat kursi ya. Kalau bisa menjelang tengah malam jangan lewat sini lagi,” ucap pria itu sambil menatapku.
Aku hanya diam melongo, mendengar ucapan pria itu. Pria di hadapanku itu kemudian berlalu meninggalkan aku.
Tinggal aku sendirian di tepi jalan, bingung dan sibuk berpikir tentang apa yang tengah terjadi malam kemarin.
Kopi aroma melati, tidak mau dibayar, tidak takut karena sudah kenal semua. Semua yang ada di sekitar tempat itu adalah temannya.
Nasehat si mbah yang panjang lebar, tutup saat ada orang mengaji dan adzan subuh di masjid, terus orang-orang pakai baju muslim warna putih yang aku temui saat mereka mau masuk ke warung yang menatap keheranan padaku.
Warung kopi itu? Siapa si mbah dan orang orang itu? Terus kopi aroma yang sudah aku minum tadi malam?
“Astaghfirullah… ” ucapku sambil menepok jidat
Aku langsung menyalakan motor dan segera berlalu meninggalkan tempat itu tanpa menoleh ke belakang atau melihat ke kanan kiri lagi. (Dea)
Sumber : Kisah nyata Imelda Koesprobowati driver ojek online.
BalasTeruskan
|