Jatimhits.id Surabaya. Replik atau tanggapan jaksa atas pembelaan terdakwa Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi dianggap tak menjawab soal dua peristiwa asusila yang ada dalam dakwaan. Padahal, replik setebal 30 halaman itu harusnya menjawab soal dua peristiwa yang dituduhkan pada Mas Bechi.
Penyesalan ini lah yang diungkapkan oleh kuasa hukum Mas Bechi, Gede Pasek Suardika. Pria yang akrab disapa GPS ini menyatakan, replik jaksa sama sekali tak menyinggung dua peristiwa yang selama ini selalu dipertanyakan pihaknya.
Dua peristiwa yang dimaksud adalah, peristiwa pemerkosaan yang dituduhkan ketika proses wawancara. Dimana dalam dakwaan disebutkan bahwa, rangkaian peristiwa itu terjadi mulai pukul 07.00 hingga 11.00 WIB.
“Ketika kami tanya 2 peristiwa, kesatu, kejadian pertama bagaimana kisahnya ketika dari proses wawancara jam 7 pagi lalu jam 11 siang terdakwa ngajak yang ngaku korban diperkosa. Padahal jam 7 itu sudah telanjang dan sudah diupacarai ijab kabul. Jam 7-11 itu ngapain aja ga pake baju. Kenapa pemerkosaan jam 11. Itu nggak dijawab,” ujar GPS, Senin (24/10).
Ia menambahkan, dengan tidak adanya jawaban soal peristiwa itu, semakin menguatkan dugaannya tentang cerita atau peristiwa yang fiktif. Apalagi, menurutnya, jaksa tidak menjelaskan keganjilan peristiwa tersebut secara gamblang.
“Ini sangat mungkin fiktif. Kalau nggak ya harusnya bisa dijawab jam segitu ngapain aja. Telanjang berdua ngapain kenapa disebut pemerkosaan jam 11. Ada ga peristiwa pemerkosaan yang keduanya sama-sama telanjang lalu menunggu 4 jam lalu pemerkosaan terjadi. Ini akal sehat bicara. Itu dari dakwaan di tuntutan. Kami tanya tolong jelaskan peristiwa itu. Masuk angin lah,” tambahnya.
GPS lalu menyinggung soal peristiwa kedua. Dimana pada peristiwa ke dua yakni pukul 02.30 WIB atau dini hari, korban diajak ke Pondok Puri Plandaan yang jaraknya 30 hingga 40 menit dengan menggunakan kendaraan. Pada peristiwa itu, semua nama saksi yang disebut sudah membantahnya pada kesaksian yang lalu.
“Peristiwa kedua ga ditanggapi. Gimana jam 2.30 dini hari korban dari pondok ke Puri plandaan yang jaraknya 30-40 menit kendaraan. Pengakuannya WA ke saksi lalu diantar Edwin ditemukan Aji, semua saksi mengelak. Di replik satu pun ga bisa menjelaskan bagaimana si perempuan jam 2.30 ke TKP. Artinya (korban) mungkin langsung masuk kamar. Itu kita minta jelaskan. Artinya 2 peristiwa tidak dijawab,” tegasnya.
Soal keterangan para saksi, tambahnya, jaksa dalam repliknya disebut telah mengesampingkan sejumlah alat bukti dan keterangan saksi. Padahal, banyak dari para saksi itu menerangkang fakta apa adanya.
“Replik jaksa belum menjawab pertanyaan soal dua peristiwa itu. Apalagi kasusnya dibangun sebagai kasus pemerkosaan. Seluruh alat bukti dan keterangan saksi dikesampingkan padahal saksi fakta,” tandasnya.
Menurutnya, saksi testimonium de auditu justru yang diambil oleh jaksa. Padahal, saksi yang jenis itu, dianggapnya sebagai saksi yang telah koordinasikan seperti mereka membaca sebuah naskah untuk membangun keyakinan hakim. Sehingga, saksi itu dianggap sebagai saksi yang telah didoktrin dan tidak berkesesuaian ceritanya supaya menjadi sama.
“Testimunium de auditu, saksi yang dikoordinasikan seperti mereka membaca sebuah naskah untuk membangun keyakinan hakim, bukan kesaksian yg berkesesuaian tapi saksi yang didoktrin agar sama. Jadi ini penjelasan doktrin dipakaikan baju LPSK, diajari di luar sidang, saksi begini kan dimintakan untuk menyesatkan hakim. Kasihan hakim kalau terbangun dari kesaksian itu, nanti jadi sesat,” ungkapnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tengku Firdaus mengakui adanya kelemahan dalam saksi jenis testimonium de auditu. Namun, ia mengklaim meski saksinya berjenis itu akan tetapi keterangan yang diberikan dianggap memiliki kesesuaian.
“Saksi testimonium de auditu itu memang lemah, tapi kalau sesuai dengan keterangan saksi lain itu dianggap keterangan saksi berkesesuaian. Karena tiap perbuatan asusila itu yang tahu perbuatan terdakwa ya cuma saksi korban. Ga ada saksi yang melihat. Kalo ada saksi ya ga mungkin terjadi. Artinya bisa memperkuat dakwaan kalau sesuai selama sama dengan rangkaian peristiwa jadinya utuh,” ucapnya.
Sementara itu, secara bersamaan juga terjadi aksi demo di depan gedung Pengadilan Negeri Surabaya. Massa yang mengatas namakan diri sebagai Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia, menggelar aksi doa bersama.
Dalam tuntutannya, mereka memohon pada majelis hakim agar bersikap adil terhadap kasus yang tengah membelit Mas Bechi. Apalagi dalam perkara itu, mereka menganggap tidak ada saksi yang dapat memberatkan Mas Bechi terutama seperti yang didakwakan oleh Jaksa.
“Kami mohon pada hakim dan JPU agar bersikap adil sesuai fakta persidangan dan memvonis bebas murni Mas Bechi. Sebab, mencermati fakta persidangan hingga 24 kali ini, tidak ada kesaksian yang memberiatkan beliau,” pungkas Humas PCTA Indonesia, M Sahuri.