SURABAYA – Sambut Hari Anti Korupsi 2023, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur terus menunjukkan peningkatan kinerja signifikan. Terbaru, penyidik tengah membidik adanya dugaan penyimpangan pengadaan tanah di tubuh Politeknik Negeri Malang (Polinema), bahkan kini sudah masuk tahap penyidikan.
Kepala Kejati Jatim, Mia Amiati menjelaskan jika eks Direktur Polinema Awan Setiawan, saat masih menjabat, sempat membentuk panitia pengadaan tanah guna perluasan lahan kampus. Namun dalam perjalanan, panitia yang dibentuk tersebut hanya sekedar formalitas belaka, tanpa adanya kinerja yang ditunjukkan.
Hal ini juga terlihat saat Awan secara langsung turun untuk negosiasi dengan pemilik lahan berinisial HS. Dari negosiasi tersebut muncul angka Rp 42,6 miliar untuk pembelian tanah seluas 7.104 meter persegi. Dari harga tersebut, sudah terbayar sebesar Rp 22,6 miliar.
“Namun tidak diikuti dengan perolehan hak atas tanah,” kata Kepala Kejati Jatim Mia Amiati, Rabu (6/12/2023).
Sementara jika ditinjau berdasarkan peraturan daerah yang berlaku, bidang tanah yang dibeli tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan untuk perumahan. Sebab, terdapat beberapa bagian merupakan zona ruang manfaat jalan dan badan air menyusul bidang tanah yang dimaksud berbatasan langsung dengan sungai.
“Direktur Polinema memerintahkan pembayaran tanah kepada HS selaku pemilik tanah tanpa melalui penetapan nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau appraisal,” lanjut Mia.
Untuk penentuan harga, Awan hanya berlandaskan pada surat keterangan harga tanah yang dikeluarkan oleh Camat Lowokwaru. Namun surat tersebut untuk obyek tanah lain, bukan tanah yang dibeli oleh Polinema.
Namun saat ditelisik lebih lanjut, sebenarnya pihak Polinema sudah melakukan prosedur penentuan harga, dengan mengajukan appraisal ke Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Sayangnya, pembayaran lebih dulu dilakukan meski nilai appraisal belum keluar.
“Tapi, KJPP sudah menghasilkan draft hasil appraisal dengan nilai lebih rendah dari harga yang ditetapkan oleh Polinema,” tutur Mia.
Dugaan penyimpangan yang ditemukan penyidik di antaranya, penetapan harga tanah tidak berdasarkan penilaian dari KJPP atas kewajaran harga tana. Menurut Mia, pengadaan tanah kampus itu tidak sesuai dengan Undang-Undang No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana diubah dengan UU No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Selain itu, juga tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Umum. (*)