Jatimhits.id (Surabaya) – Selama ini banyak anggapan masyarakat pemakaian micin atau penyedap rasa/ MSG dalam makanan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Dianggap bisa memicu terjadinya kelebihan berat badan (obesitas), kanker, hingga disebut sebagai penyebab kebodohan. Sehingga banyak masyarakat mulai menjauhi penggunaan micin.
Menurut Satria Gentur Pinandita Ketua Bidang Komunikasi Perkumpulan Pabrik Mononatrium Glutamat dan Asam Glutamat Indonesia Indonesia (P2MI) masyarakat perlu diberikan informasi yang benar, karena selama ini masyarakat mendapatkan informasi yang salah tentang Micin atau MSG.
Oleh karena itu P2MI (Perkumpulan Pabrik Mononatrium Glutamat dan Asam Glutamat Indonesia) yang beranggotakan PT Ajinomoto Indonesia, PT Ajinex International, PT Sasa Inti, dan PT Daesang Ingredients Indonesia menggelar acara workshop yang bertajuk “Cinta Pakai Micin, Why Not? bersama teman-teman media di Surabaya beberapa waktu yang lalu.
“Melalui acara ini, P2MI ingin para media bisa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai amannya penggunaan MSG pada masakan,” ujar Satria Gentur Pinandita
Acara ini menghadirkan pembicara dr. Maretha, Primariayu, M.Gizi, Sp.GK, Prof. Dr. Hanifah Nuryani Lioe yang merupakan Dosen Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor serta dimeriahkan juga dengan acara demo masak oleh Chef Fajar Alam Setiabudi.
Berdasarkan sejarahnya,
MSG pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1908 oleh seorang profesor bernama Kikunae Ikeda. Kikunae Ikeda mengekstrak dan mengkristalkan glutamat dari kaldu rumput laut konbu untuk dijadikan butiran MSG
MSG (Monosodium Glutamat) atau biasa yang dikenal sebagai micin,
merupakan salah satu penyedap rasa untuk semua masakan yang merupakan garam sodium atau natrium dari asam glutamat.
Dimana natrium yang terdapat dalam MSG adalah natrium yang sama yang juga terdapat dalam garam dapur atau garam meja, sedangkan asam glutamat adalah asam amino yang secara alami terdapat dalam daging, ikan/seafood, sayuran seperti tomat, bawang putih, kentang dan sayuran lainnya, serta dalam rumput laut jenis konbu.
Selain itu asam glutamat lebih banyak lagi terdapat dalam makanan berprotein tinggi yang difermentasi atau yang diperam dalam waktu relatif lama seperti keju, kecap, kedelai, kecap ikan, ikan peda dan sejenisnya.
Oleh karena itu Micin atau MSG memiliki rasa yaitu rasa umami, salah satu rasa dasar dari lima rasa dasar, empat lainnya yang sudah diketahui yaitu asam, asin, manis dan pahit. Sehingga asam glutamat pada micin dapat meningkatkan rasa gurih atau rasa masakan yang lezat. Rasa gurihnya seperti gurih kaldu daging, bukan gurih santan, mentega atau margarin.
“Penambahan MSG pada makanan tidak mengurangi gizi dari makanan tersebut. Bahkan, asam
amino glutamat yang terkandung dalam bumbu umami seperti Monosodium Glutamat (MSG) dapat membantu meningkatkan selera makan. Peningkatan selera makan ini membantu dalam pemenuhan asupan gizi yang baik”, ujar dr. Maretha Primariayu, M.Gizi, Sp.G
Sehingga anggapan micin atau MSG ini dapat menyebabkan efek negatif pada kesehatan atau dapat menimbulkan berbagai macam penyakit serta menyebabkan kematian tidak benar. Penggunaan micin sudah di uji coba pada hewan dan tidak menimbulkan efek negatif tersebut.
“Kandungan Na di MSG lebih sedikit dibandingkan garam dapur yang berisiko hipertensi akibat
konsumsi natrium berlebih lebih tinggi pada garam dapur pada takaran yang sama. MSG
mengandung 13,6% Na atau 12% Na dalam bentuk MSG monohidrat, sedangkan garam dapur 39%
Na. Penggunaan MSG dalam masakan bahkan dapat menurunkan penggunaan garam dapur yang normal”, ujar Prof. Dr. Hanifah Nuryani Lioe saat ditemui di tempat acara.
MSG sebagai bahan tambahan pangan (BTP) yang sudah sesuai Permenkes dan BPOM. Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan menjelaskan bahwa MSG digolongkan sebagai BTP penguat rasa.
Kadar penggunaan MSG maksimum dalam peraturan tersebut adalah CPPB, karena sifatnya tidak menimbulkan efek kerugian terhadap kesehatan (ADI tidak dinyatakan atau tidak ditentukan), sehingga kadar penggunaan yang ditentukan oleh produsen pangan dengan batasan secukupnya atau kadar yang rendah yang sudah memberikan rasa yang diinginkan. Nilai ADI yang menunjukkan aman tersebut (karena bukan merupakan ADI numerik) yang dikeluarkan oleh JECFA di bawah bergabung dengan lembaga internasional Food and Drug Administration (FDA) dan World Health Organization (WHO).
Dari penjelasan ini menunjukkan bahwa MSG aman. Sehingga masyarakat tidak perlu lagi khawatir menambahkan MSG pada masakan, ujar Satria di akhir acara. (Desah)